Selasa, 08 Desember 2009

Hotel Club Bunga Minta Korban Sopir Tewas Dikamar Mengenaskan



KRC , MALANG
Heri Setiarto, sopir Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Madiun, ditemukan meninggal di kamar mandi salah satu kamar Klub Bunga, Kota Batu pukul 09.30 kemarin. Laki-laki 47 tahun ini ditemukan luka memar dan berdarah di kepala dekat telinga sebelah kiri. Bapak satu anak ini berada di hotel dalam rangkaian acara rapat kerja Panwaslu se-Jatim yang digelar sejak Minggu (6/12) hingga Selasa (8/12).

Dia ditemukan kali pertama oleh petugas room service bernama Pendik yang masuk kamar 112, tempat Heri menginap, sekitar pukul 09.30 untuk membersihkan ruangan. Pendik terkejut karena menemukan Heri sudah dalam keadaan terbujur kaku di dalam kamar mandi. Petugas segera menghubungi atasannya dan berlanjut memberitahu teman satu rombongannya dan melaporkan ke polisi.

Agung Hari, teman satu rombongan mengatakan kontak terakhir dengan almarhum sekitar pukul 09.00 ketika olahraga pagi. "Setelah itu, dia masuk kamar dan tidak diketahui lagi kabarnya. Tahu-tahu, ada petugas hotel memberitahu saya jika Heri meninggal," kata Agung saat ditemui di ruang tunggu Kamar Jenazah RSSA Malang. Setelah dinyatakan meninggal oleh tim medis dan polisi yang datang ke lokasi kejadian, jenazah Heri dibawa ke Kamar jenazah RSSA Malang untuk diotopsi.

Agung, yang juga Ketua Panwaslu Kota Madiun, menyakini Heri meninggal karena sakit. Karena pada Kamis (3/12) lalu dia pernah mengeluh badannya terasa tidak enak setelah mengkonsumsi minuman penambah energi dicampur dengan minuman bersoda. Semenjak itu dadanya terasa sesak. "Saya menyarankan agar dia ambil libur untuk istirahat, namun dia menolak dan tetap bekerja. Hingga Minggu kemarin, dia ikut mengantarkan kami ke Batu," ujar Agung. Selama bekerja menjadi driver di panwaslu, Heri termasuk pegawai yang baik dan rajin bekerja.

Kasat Reskrim Polres Batu AKP Decky Hermansyah memastikan tidak ada kekerasan dari orang lain. Meski ditemukan ada luka di tubuhnya, itu karena pecahan kaca. "Dugaan kami dia terpeleset dan membentur kaca serta wastafel," terang dia.

Menurutnya, dari beberapa keterangan yang dihimpun polisi, ada penghuni kamar yang mendengar ada suara pecahan kaca sekitar pukul 01.00. Saat ditemukan, kamar dalam kondisi tertutup, televise menyala dan lampu kamar menyala. Sedangkan kamar tidur dalam kondisi rapi.

General Manager Klub Bunga Livi mengatakan, pihak hotel juga mengatakan korban datang bersama kelompok Panwaslu Madiun. Sehingga juga tidak tahu jika sopir itu adalah salah satu tamunya. "Karena atas nama kelompoknya, kami tidak tahu, kalau yang menempati adalah korban," ujar dia. (rt)
.

Jumat, 20 November 2009

Dibekuk Perampok Toko Emas di Kediri

KRC, SURABAYA -
Direktorat Reserse Kriminal Poda Jatim kembali membekuk tiga perampok kakap. Mereka perampok bersenjata api yang menguras Toko Emas Kencana Kediri, Oktober lalu, dengan kerugian Rp 320 juta. Satu pelaku lain masih diburu.

Tiga penjahat yang kini meringkuk di tahanan mapolda itu adalah Nurhadi, 36, warga Munduh Rejo, Umbulsari, Jember; Widianto, 58, warga Sukoyuono, Kepanjen, Malang; dan Binka Purnomo, 49, warga Kromengan Kepanjeng, Malang. Satu orang berinisial Aw masih dikejar.

"Mereka menghebohkan Kediri dan sekitarnya," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Pudji Astuti di Mapolda Jatim kemarin (19/11). Bagaimana tidak, mereka selalu beraksi di siang bolong, bahkan di tempat ramai sekalipun. Untuk menakuti korban, mereka selalu menggunakan senjata tajam dan pistol mainan. "Tapi, mereka juga membawa senjata api laras panjang rakitan," imbuhnya.

Terakhir, pada 17 Oktober, komplotan itu menguras Toko Emas Kencana Kediri. Toko tersebut milik salah seorang pejabat di Kediri.

Kasatpidum Ditreskrim Polda Jatim AKBP Anom Wibowo menuturkan bahwa perampokan tersebut terjadi pukul 12.00. Saat itu dua penjaga toko emas didatangi empat orang yang semuanya mengenakan helm teropong. Perampok itu mengacungkan pistol mainan, celurit, dan senjata laras panjang. Seluruh perhiasan yang dipajang di etalase pun amblas.

Ditreskrim Polda Jatim lantas turun tangan. Kecurigaan mengerucut pada nama-nama lama. Nama Widianto pun muncul. "Beberapa tahun lalu dia ditahan dengan kasus sama," kata perwira dengan dua mawar di pundak itu.

Lantas, Senin (16/11), polisi menciduk Widianto di rumahnya. Nurhadi dan Binka pun menjadi sasaran selanjutnya. Ternyata, Widianto dan Binka adalah kakak beradik yang mengotaki perampokan tersebut.

Dari tangan para tersangka, polisi berhasil menyita puluhan perhiasan emas sisa perampokan itu, uang tunai Rp 20 juta, lima buku tabungan, satu celurit, dan satu pistol mainan. "Senapan rakitannya sudah dibuang di Sungai Brantas," tutur Anom.

Kepada polisi, masing-masing mengaku mendapatkan bagian Rp 60 juta-80 juta. "Sebagian emasnya dilebur, lalu dijual lagi. Sisanya diberikan ke istri masing-masing," ujarnya(hn)

Senin, 16 November 2009

Terkena Aturan Polwil Terancam Dibubarkan



KRC, Malang
Sekitar 418 anggota Polwil Malang, terpaksa harus hengkang dari Mapolwil Malang, seiring dengan kebijakan 100 hari kinerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) part II. Salah satu isinya adalah mentiadakan Polwil dalam jajaran kepolisian. Tak ayal, kabar tersebut langsung direspon oleh para anggota. Tidak semua polisi mengatakan jika ditiadakan polwil itu adalah berita baik.
Banyak anggota menganggap, ditiadakkan Polwil ini merupakan berita buruk. Alasannya adalah, mereka harus kembali beradaptasi dengan lingkugan kerja dan tempat yang baru.
Dijelaskan oleh Kasubag Reskrim Polwil Malang, Kompol Sudibyo, sesuai dengan kebijakan dari KIB Part II ini, jajaran kepolisian paling tinggi adalah Mabes Polri. Selanjutnya ke bawah Polda, kemudian Polres/ta, terakhir Polsek/ta.
Sistem yang digunakan adalah pramit, yaitu pemekaran di bawah, dengan menambah personil di jajaran bawah, Polres/ta ataupun polsek/ta.
‘’Maka secara otomatis, tipe masing-masing polres/ta akan naik satu tingkat. Dari tipe C naik satu tingkat menjadi tipe B2. Atau dari tipe B2 naik menjadi tipe B1,’’ kata Kasubag.
Terkait dengan sistem, Kasubag pun mengatakan masih tetap sama, yaitu Polri dimana ataupun kemana fungsinya tetap memberikan pelayanan. ‘’Sampai saat ini fungsi Polri tetap, belum berubah yaitu memberi pelayanan maksimal kepada masyarakat,’’ tambahnya.
Bukan itu saja, bapak tiga anak ini juga mengatakan, kenaikan tipe polres ini juga akan menyedot anggota cukup banyak. Terutama tingkat Polsek.
Seperti contohnya, Polresta Malang yang semula tipenya B2 akan naik menjadi B1. Dan anggota di Polsekta yang tadinya 70 anggota, menjadi 100-120 anggota.
‘’Kemarin sudah ada gelar terkait ini. Dan seluruh Kapolres/ta diminta menyampaikan kekurangan anggotanya,’’ tambah Sudibyo sambil mengatakan untuk jajaran Malang Raya kebutuhan penambahan anggota paling besar adalah Polres Malang yaitu 320 anggota.
Sementara Polresta Malang 120 anggota, dan Batu sekitar 70 anggota. ‘’Jumlah pastinya saya tidak tahu, coba dilihat dibagian Personil yang mencatat hasil gelar kemarin,’’ tandas Kasubag.
Selain anggota, terkait semua kasus dan barang bukti di Polwil Malang pun juga di limpahkan ke Polres masing-masing kasus itu terjadi. Namun begitu, sebelum Polwil betul-betul ditiadakan, pihak reskrim berusaha untuk menyelesaikannya.
‘’Kalau penanganan kasus diupayakan sebelum likudiasi ditetapkan semuanya selesai. Namun untuk barang bukti, seperti 100 kendaraan di depan itu kami belum tahu akan dikemanakan,’’ tandas Sudibyo.
Sementara seluruh anggota Polwil Malang sejak Kamis (12/11) lalu diberi angket. Satu persatu mereka diminta mengisi formulir tujuan kota ataupun tempat pindahnya.
‘’Umumnya para anggota memilih jajaran Malang Raya, baik di Polsek/ta ataupun di Polres/ta. Yang jelas, memilihnya tempat yang tidak jauh dari rumah. Kasihan anak-anak, kalau kita berjauhan,’’ urai salah satu Polwan yang meminta namanya tidak disebutkan. (dd)

Senin, 02 November 2009

Bisnis Dibatalkan Warga China Di Culik



KRC, SURABAYA
Penculikan warga negara asing kembali terjadi di Surabaya. Kali ini penculikan diduga melibatkan oknum TNI AL. Korbannya ; Chu Juangchi, warga negara Taiwan. Setelah diculik dan disekap, dipukuli selama sehari semalam, dan pada akhirnya polisi menyelamatkannya.

Polisi menetapkan inisial HTS (39), warga Jalan Wiratno, Surabaya sebagai tersangka penculikan. Sedangkan 2 oknum TNI AL berinisial H dan M masih diperiksa sebagai saksi.

"Setelah mendapatkan laporan, anggota langsung menuju ke Teluk Kumai - Tanjung Perak dan menyelamatkannya," kata Kasat Pidum Dit Reskrim Polda Jatim AKBP Anom Wibowo di mapolda, Jl. Ahmad Yani Surabaya, Senin (2/11).

Pembatalan Bisnis
Ceritanya, Chu Juangchi asal Chang Hua Sein Young Ching Siang Wu Chong, Taiwan, itu berkerja sama di bidang bisnis biji kuningan dengan tersangka.

Tersangka menyanggupi memasok biji kuningan seharga Rp. 200 juta dari Tulungagung. Bahkan, tersangka juga sudah menyiapkan transportasi dan menyewa gudang untuk menyimpan biji kuningan itu. Tiba-tiba, Chu menggagalkan kerja sama sehingga membuat tersangka marah sehingga menculiknya.

"Motif penculikan yang dilakukan tersangka adalah kerja sama bisnis yang dibatalkan korban," tuturnya.

Penculikan itu berawal ketika korban sedang mengurus keimigrasian di kantor imigrasi Malang. Setelah mengurus di kantor tersebut, korban dijemput tersangka yang dikawal 2 temannya dari oknum TNI AL dan langsung dibawa ke kantor tersangka di Jl. Teluk Kumai Barat, Tanjung Perak Surabaya, Jumat (30/10).

Selama di kantor tersangka, Chu disekap di sebuah ruangan dan dipukuli oleh tersangka. Keberadaan korban itu diketahui rekan korban sesama WN Taiwan, Huang Hsu Yuan. Huang menduga temannya menjadi korban penculikan dan langsung melapor ke Polda Jatim sesuai dengan Surat Tanda Bukti Laporan Nopol: LPB/672/X/2009/Biro Ops Polda Jatim, pada Sabtu (31/10).

Setelah mendapatkan laporan tersebut, Kanit Resmob Sat Pidum, Kompol Eko Siswoyo bersama anak buahnya langsung ke lokasi dan menyelamatkan korban. Setelah dikembangkan, polisi menangkap tersangka dan memeriksa kedua oknum TNI. "Keduanya masih kita periksa sebagai saksi," jelas Anom Wibowo.(jj)

Rabu, 21 Oktober 2009

Kapolda Jatim Resmikan Forum Peduli Keamanan ( FPK ) Surabaya Selatan



SURABAYA: Kapolda Jawa Timur Irjen Pol. Drs.H.Anton Bachrul Alam.SH. Rabu kemarin (14/10) Kembali meresmikan salah satu program polri yaitu membentuk partnership antara polisi dan masyarakat, dimana Forum Peduli Keamanan ( FPK ) ini mempunyai tugas pokok yaitu mendata secara teliti masyarakat pendatang. Ini juga dapat mempersempit ruang gerak teroris, cara seperti inilah juga dapat mencegah timbulnya kejahatan di lingkungan.
Sekitar 1.100 wakil warga dari wilayah hukum, Polresta Surabaya Selatan dikukuhkan oleh Kapolda Jatim. Hadir pula pada acara tersebut Kapolwiltabes Surabaya Kombes Pol. Drs. Ronny F. Sompie, Wali Kota Surabaya Bambang D.H, serta Kapolres jajaran Polwiltabes Surabaya.
Kapolda Jatim menyampaikan rasa terima kasihnya kepada anggota FPK yang dengan sukarela dan penuh kepedulian turut peduli menjaga keamanan kota, serta meminta kepada orang tua untuk terus mewaspadai sepak terjang teroris. Sebab selain membidik remaja – remaja broken home, teroris juga mengincar anak – anak yang masih dibawah umur, mereka didoktrin, lalu di rekrut menjadi teroris. Ujarnya kemarin saat memimpin apel pengukuhan Forum Peduli Keamanan ( FPK ) di Balai Kota Surabaya.(js)

Nasabah BCA Di Rampok


KRC,Police Line–
Nasabah bank kembali jadi incaran penjahat. Kejadian itulah yang siang kemarin dialami Agus H, 41 tahun warga Jalan Raya Buring, Kota Malang, yang dalam perjalanan pulang mencairkan uang Rp57 juta di BCA. Uang dalam tasnya, disikat gerombolan jambret mengendarai dua unit speda motor. Namun, korban bersama warga sekitar berhasil meringkus Bayu, 32 tahun, yang diduga kuat terlibat kejahatan tersebut.
Imbasnya, pemuda asal Kampung Mustika RT044 RW11, Landasan Ulin Timur, Banjar Barum, Banjarmasin. Beruntung saat itu petugas Unit Lalulintas Polresta Malang, cepat mendatangi TKP sehingga tersangka yang kondisinya sudah babak belur bisa cepat diamankan. Dalam pemeriksaan, Bayu mengelak tuduhan terlibat perampasan, apalagi tidak ada barang bukti tas berisi uang ataupun bukti lain yang ditemukan pada dirinya.
“ Tersangka tidak sendirian, dan hasil rampasan berupa tas berisi uang telah dibawa pelaku lainnya, yang saat ini masih dalam pengejaran,’’ terang Kapolsekta Klojen AKP Tukimin Hadi, sambil mengatakan jika dari tangan Bayu, pihaknya hanya mengamankan satu sepeda motor Jupiter MX AD 2036 AH yang semula dia kendarai.
Diperoleh informasi, saat itu Agus baru saja menarik uang senilai Rp 57 juta dari BCA Jalan Basuki Rachmad, Kota Malang. Kemudian dengan mengendarai mobil Pickup, Agus pun berniat pulang. Diduga saat itulah, Bayu dan tiga rekannya membuntuti. Faktanya begitu sampai di depan rumahnya dan saat Agus hendak membuka pintu pagar, salah satu tersangka merebut tasnya.
“ Saya tidak ingat siapa yang mengambil. Yang jelas saat itu dia (Bayu) posisinya di atas motor dan berhasil saya pegang sambil saya berteriak maling,’’ urai Agus. Teriakan Agus menundang warga lain, yang dengan penuh emosi menghajarnya.
Kebetulan tidak jauh dari TKP, ada razia kendaraan yang digelar anggota Unit Lalulintas Polresta Malang. Sehingga begitu mendapat laporan, dua anggota bergerak mendatangi TKP mengamankan tersangka. Polisi lainnya, pilih menghadang Suzuki Satria yang melaju kencang menabrak seorang polisi Lalu lintas, sekaligus melempar Bripka Triono dengan helm.“Kami langsung melakukan upaya pengejaran, walaupun tidak berhasil,’’ujar Triono.
Bayu tetap mengelak jika dirinya dituduh sebagai pelaku perampasan. Dia justru mengaku sebagai pegusaha kayu dari Banjarmasin, dan datang ke Malang bersama Arif. “Saya tidak tahu Pak, sungguh saya tidak tahu. Saya ke sini hanya untuk memasarkan kayu bersama teman saya Arif,’’ kata Bayu.
Namun demikian, dia tidak mengelak jika dirinya juga sempat mampir ke kantor BCA Jalan Basuki Rachmad untuk mentransfer uang pembayaran kayu kepada majikannya di Kalimantan senilai Rp 200 ribu. Untuk meyakinkan polisi, dia menunjukan slip namun kelirtu slip setor bukan transfer. Kejanggalan lainnya, nomor rekening yang ditulis juga salah.
“Tersangka ini sudah mengincar korban sejak di dalam bank, dan jika dia tidak mengaku itu haknya, yang jelas kami memiliki barang bukti yang cukup untuk membawanya ke rutan,’’tambah Kapolsekta.(jj)

Rabu, 24 Juni 2009

15 Warga Afganistan Setelah Ditangkap Polisi Dipindah ke Makasar dan Mataram






Keterangan Foto : Sutrisno Wasdakim Imigrasi kelas I Malang (eas)

KRC, Malang
– Sepuluh orang asing warga Afganistan setelah ditangkap di dusun kisik, desa Kalirejo Kec. Kraton Kab Pasuruan dipindahkan ke daerah Makasar oleh kantor imigrasi Kelas I Kota Malang,” alasanya sesuai dengan petunjuk ketentuan dari Dirjen Imigrasi, setelah mereka ditangkap dan dilaporkan ke pusat,” tandas Sutrisno Kepala Wasdakim Imifgrasi Malang pada wartawan Koran Rakyat Cybermedia Police Line Rabu (24/06) kemarin.
Dijelaskan bahwa sepuluh orang warga afganistan itu telah mengajukan appointment Slip (AS) , sedangkan sebelum tanggal 25 Juli mereka harus segera kembali ke imigrasi untuk menuntaskan perijinanya di Indonesia. Menurut Sutrisno mereka sebelumnya tidak salah, karena memiliki ijin (AS) bahwa diketahui mereka sebagai pengungsi dari afganistan ke Indonesia yang dilindungi lembaga IOM International, namun mereka tidakm disiplin berpindah pindah tempat sehingga ditangkap oleh polisi Indonesia. “ Kalau mereka pengungsi kita tak bisa mengusir, sesuai dengan perjanjian dunia.
Begitu juga dengan lima orang warga Irak diantaranya Hasan (35) dan keluargannya Morteza M.(13) Khalaf (2), Dina M . Mariam (4), Yasin ( 17),mereka telah memiliki dokumen dari UNHCR sehingga mereka dialihgkan ke daerah Mataram. Mereka salah, karena jalan-jalan ke wilayah Pasuruan dan Malang Jawa Timur, yang sebetulnya tidak boleh, karena statusnya sebagai pengungsi, harus menetap didaerah yang telah ditentukan.
Diberitakan sebelumnya Petugas yang mendapat informasi, berhasil menemukan 15 orang di dusun Kisik, desa Kalirejo, Kecamatan Kraton, Kabupaten Pasuruan. Diantaranya Alireza (30), M. Ismail (35), M. Ali (30),M. Kazim(46),Hamid Sutani (21),habibullah (21),Hosseini (16), Aziz (16)
‘’Saat kami diamankan warga asing itu berada di dalam mobil travel masing-masing nopol AB 9181 RB dan B 7001 IW. Mereka hendak menuju pantai, kami menduga mereka sudah ditunggu, untuk kemudian menyebrang dengan perahu kecil, kemudian dijemput perabu besar, dan menyebrang ke pulau NTT,’’’ terang Kanit Intel Polres Pasuruan Iptu Harsono kepada wartawan.
Harsono mengakui, saat diamankan Minggu malam lalu, 15 warga asing itu menunjukkan Aplication Sheet UNHCR. Hanya saja, karena ini masalah warga asing, pihak Polres Pasuruan kemarin menyerahkannya ke pihak kantor Imigrasi.
‘’Awalnya kami mengamankan 15, kemudian dua kabur, dengan pamit hendak buang air kecil. Dan saat ini yang kami serahkan 12 warga asing saja, sedangkan tiga warga asing lagi yang juga dibawa di kantor Imigrasi, informasinya diamankan dari stasiun Lawang,’’ kata Harsono.
Sementara pihak Kantor Imigrasi sendiri tidak ingin menanggung risiko. Para WNA ini langsung dimasukkan ke Rudenim (sel) yang berada di kantor Imigrasi. Hal ini untuk mengantisipasi agar para WNA tidak kabur seperti sebelumnya.(nn)

Jumat, 19 Juni 2009

Cici Beberkan Kronologi KDRT Suaminya



KRC,JAKARTA -
Setelah beberapa hari bungkam dan tak keluar rumah, penyanyi dangdut Cici Paramida akhirnya mengadakan jumpa pers di Hotel Century Park, Jakarta, kemarin (19/6). Pelantun lagu Wulan Merindu itu menceritakan kronologi tindak kriminal suaminya, Raden Akhmad Suhaebi Hamsawi, saat tepergok selingkuh Minggu malam lalu (14/6).

Mengenakan blus lengan panjang berwarna abu-abu, Cici yang didampingi tiga pengacaranya tiba sekitar pukul 17.40 WIB. Wajahnya masih terlihat lebam. Di pelipis dan rahang kanan tampak bekas-bekas memar.

Kakak penyanyi dangdut Siti Rahmawati atau Siti KDI itu memulai jumpa pers dengan memohon maaf kepada media. Begitu membuka mulut, suara Cici terdengar agak bergetar seperti menahan tangis. ''Mohon maaf, saya baru bisa muncul karena keadaan saya mulai stabil,'' katanya mengawali. Dia juga menyampaikan terima kasih kepada polisi yang telah menangani kasusnya secara profesional.

Sambil mencucurkan air mata, perempuan yang menghilangkan tahi lalat di pipinya itu memberikan penjelasan. Menurut Cici, saat itu dirinya melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Ebi -panggilan akrab sang suami- menyetir di kawasan Puncak, Bogor, dari arah Jakarta.

''Saat itu arah puncak agak padat merayap. Lalu, saya turun dari mobil, mengetuk kacanya (mobil sang suami) karena memang dia yang bawa sendiri. Di sampingnya, ada seorang wanita yang tidak saya kenal,'' kisahnya sambil menangis.

Cici menuturkan, saat itu Ebi menengok ke arah dirinya. Cici pun berteriak, ''Pa, buka. Pa, buka, buka!'' Tapi, kata Cici, teriakan itu tidak dihiraukan.

Karena itu, perempuan yang terlahir dengan nama Hamidah Idham tersebut bergerak ke depan. Dia berharap agar mobil yang dikemudikan sang suami berhenti. ''Tapi, nggak menyangka kalau mobil itu melaju cepat dan menabrak. Akhirnya, saya tersungkur ke aspal,'' ujarnya pilu.

Cici tersungkur setelah badannya terkena spion kanan mobil yang ditumpangi Ebi. ''Sejak menikah, ini kali pertama kekerasan yang saya alami dari suami,'' katanya.

Tak lama kemudian, sepupu Cici yang bernama Syahrul membangunkan dia yang terkapar di jalan. Setelah masuk mobil Toyota Alphard, Cici meminta sopir mengejar Ebi. Tapi, dia kesulitan karena mobil suami Cici berjalan agak jauh. Lantas, Syahrul turun dan meminta bantuan pengendara motor.

Tidak begitu jauh, kata Cici, ada polisi yang sedang bertugas di jalan. Alu -panggilan Syahrul- meminta tolong agar ikut mengejar. ''Polisi itulah yang mengejar mobil suami saya dan menghentikan dia,'' tuturnya.

Bagaimana Cici curiga suami berselingkuh? ''Karena insting. Informasi saya banyak. Teman, sahabat. Saya juga banyak berdoa sama Allah, minta diberi petunjuk. Kecurigaan istri mungkin lebih kuat ya,'' jawabnya.

Saat bertemu sang suami di Mapolres Bogor, bahkan hingga saat ini, Cici menyatakan belum sekali pun Ebi meminta maaf. Namun, ketika ditanya mengapa menabrak, Ebi beralasan tidak melihat. ''Katanya, dia tak melihat (saya di depan mobil). Tetapi, saya yakin, nggak mungkin seorang suami tidak melihat istri sendiri. Apalagi, jaraknya sangat dekat,'' kata Cici.

Dua hari sebelum insiden tersebut, tambah Cici, Ebi pamit kepada dirinya akan bepergian ke Demak. Saat itu ada kiainya yang meninggal. ''Dia bilang sama saya pulang Minggu malam. Ternyata, dia tidak bermalam di sana, hanya pergi pulang. Sudah ada di Jakarta, tapi tidak bilang,'' terangnya.

Cici tidak membantah bahwa belakangan ini rumah tangganya bermasalah. Bahkan, mereka lama pisah ranjang. Tepatnya, itu terjadi 1,5 bulan setelah menikah. ''Setelah resepsi, saya merasakan keganjilan. Saya shock. Keluarga besar pun begitu. Itu terjadi setelah ada pemberitaan bahwa seorang wanita mengaku masih istrinya,'' ujar Cici. ''Om Adhyaksa (Menpora Adhyaksa Dault, saksi pernikahannya, Red) yang menerima lamaran merasa dibohongi,'' lanjutnya.

Apakah akan mengajukan gugatan cerai? ''Saya mau fokus di ranah hukum yang ini dulu. Sebab, ini sudah diproses di kepolisian,'' katanya.

Dalam perkembangan lain, Ebi akhirnya ditahan Polres Bogor Kamis lalu (18/6). Dia dijerat dengan pelanggaran pasal 44 ayat 1 UU No 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Pengusaha batu bara itu tidak diperlakukan secara istimewa. Dia mendekam di sel bersama tersangka kasus pemerkosaan.

Menurut Kasatreskrim Polres Bogor AKP Moch. Santoso, penahanan Ebi telah sesuai dengan UU. ''Tersangka telah kami tahan. Sebab, pasal KDRT yang kami kenakan bukan delik aduan,'' katanya. Dia menyebutkan, bukti-bukti berupa hasil visum dan hasil pemeriksaan sudah bisa dijadikan bukti untuk menjadikan Ebi sebagai tersangka. Dia diancam hukuman penjara lima tahun.

Untuk memperkuat bukti, polisi juga melakukan cek fisik kendaraan Range Rover Nopol B 8308 YN milik Ebi. Mobil itu dijadikan barang bukti. Di kendaraan tersebut, polisi menemukan goresan di bagian kiri.

Sehari setelah ditahan, Ebi dibesuk keluarga dan kerabat dekatnya. Puluhan keluarga dan kerabat Ebi terus berdatangan hingga pukul 16.00 kemarin. ''Kami hanya ingin melihat kondisi Ebi sekaligus memberikan dukungan dan semangat,'' ujar Alviv Malik, kerabat dekat Ebi.

Alviv prihatin penahanan dilakukan setelah ada laporan dari Cici. Ketika ditanya seputar rumah tangga Ebi dan Cici, Alviv tidak bisa menjelaskan secara rinci. Tapi, dia mengakui, hubungan mereka sedang bermasalah. ''Ebi jarang bertemu dengan Cici. Tapi, itu disebabkan Ebi sering keluar kota untuk urusan kerja,'' tuturnya.

Dari informasi yang diperoleh wartawan, keluarga Ebi mengupayakan damai dengan keluarga Cici. Mereka juga sedang mengupayakan penangguhan penahanan.

Tapi, Ebi juga dikabarkan melaporkan balik istrinya. Menurut sumber di Polres Bogor, laporan Ebi terkait percobaan pembunuhan, percobaan perampokan, dan tindakan tidak menyenangkan.

AKP Moch. Santoso membenarkan bahwa Ebi melaporkan balik Cici. Rencananya, polisi memanggil Cici untuk dimintai keterangan Senin depan (22/6). ''Memang hak tersangka jika ingin melaporkan balik istrinya. Terkait permintaan penangguhan penahanan, dipersilakan asal mereka sudah melaporkan dan ada jaminan,'' tuturnya. (cnn)

Rabu, 17 Juni 2009

Suami Cici Paramida Jadi Tersangka


KRC, Bogor
Ahmad Suhaebi, suami penyanyi dangdut Cici Paramida ditetapkan sebagai tersangka kasus kekerasan dalam rumah tangga. Sayangnya, Suhaebi enggan menjelaskan duduk perkaranya ketika dicecar puluhan wartawan yang telah menunggunya sejak Senin (15/6) pagi.
Meski telah menjadi tersangka, Suhaebi dilepas polisi dengan jaminan. Dia diancam hukuman maksimal lima tahun penjara terkait tindak kekerasan dalam rumah tangga. Kepada penyidik polisi, Suhaebi mengaku tak tahu orang yang mendatangi mobilnya adalah isterinya, Cici Paramida.

Belum genap tiga bulan bahtera rumah tangga dilalui Cici Paramida bersama Suhaebi. Bukan kebahagiaan yang direguk melainkan kekerasan dari sang suami yang didapat. Kedua mempelai telah mengikrarkan pernikahan mereka di depan Kabah di Kota Suci Mekkah, Arab Saudi, 12 Maret silam.(Jj)

Senin, 15 Juni 2009

Lila Anggap Dakwaan Jaksa Penuntut Terhadap Direktur Marketing Bank Century Kabur



Keterangan Foto : Lila Membacakan Eksepsi tambahan (eas)

KRC, Surabaya

Direktur Marketing Wilayah V Bank Century Surabaya dan Bali tersebut menilai dakwaan penuntut tidak jelas dan kabur (obscuur libel). Dalam pembacaan eksepsi (keberatan atas dakwaan) di Pengadilan Negeri Surabaya kemarin melalui kuasa hukumnya, Slamet Yuwono, Lila mengatakan bahwa dakwaan tidak menjelaskan secara lengkap kronologis perkara. Selain itu, dakwaan juga hanya mengedepankan keterangan saksi. “Untuk itu, kami minta pada majelis hakim untuk menolak dakwaan dan menyatakan bahwa dakwaan itu batal demi hukum,” ujar Slamet di depan majelis hakim yang diketuai Nyoman Gede Wirya.
Pengacara yang ngetop berkat kasus salah tangkap di Jombang itu juga membantah bahwa terdakwa telah membujuk Kepala Cabang Bank Century di antaranya,Kepala Cabang Kertajaya Yulius,Kepala Cabang Rajawali Guntoro, dan Kepala Cabang Panglima Siti Aminah untuk memasarkan produk PT Antaboga Delta Sekuritas dalam bentuk reksadana.

Tak puas dengan eksepsi yang disampaikan kuasa hukumnya, terdakwa yang dudukdikursipesakitan dengan mengenakan baju putih dipadu celana hitam lantas membacakan eksepsi tambahan yang ditulis sendiri. Dengan mata berkaca-kaca,wanita berkacamata itu mengaku tidak pernah melakukan pertemuan khusus yang membicarakan soal reksadana karena bukan kewenangannya. Dia menegaskan,tugas dan tanggung jawab selaku Direktur Marketing Wilayah V Surabaya dan Bali Bank Century hanya sebatas produk perbankan berupa tabungan, giro, deposito, dan kredit.

“Saya tidak pernah menerima perintah dari direksi untuk menjual reksa dana,” ujarnya sambi memegang lembar pembelaan yang sudah dia siapkan. Lila juga menegaskan bahwa dirinya tidak pernah memerintah pada kepala cabang Bank Century untuk menjual produk reksa dana.

Seperti diketahui, Lila Kumala Dewi Gondokusumo dijerat oleh jaksa penuntut umum dengan Pasal 378,Pasal 372 KUHP, dan Pasal 3, Pasal 6 UU No 15/2002 yang diubah dengan UU No 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dengan pasal tersebut, terdakwa terancam hukuman penjara selama 15 tahun dan denda sebesar Rp15 miliar. (jj)

Rabu, 10 Juni 2009

Sengketa tanah Jl. Soekarnom Hatta Perjuangkan Warisan Keluarga Malah Ditahan




KRC,Malang
Hasrat hati ingin memperjuangkan tanah warisan milik nenek moyangnya. Namun tidak tahunya berujung masuk penjara. Itulah yang dialami keluarga besar (alm) Sidik P. Nawi yang mengaku pemilik tanah seluas 1,09 hektare di Jl Soekarno-Hatta.


Senin sore, ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Malang tampak penuh. Ruang sidang berukuran 7 x 4 meter itu penuh sesak pengunjung. Empat saf bangku kayu terisi penuh. Selain itu, ada yang berdiri mengisi ruang sempit di sela-sela deretan bangku.

Bukan hanya itu. Di depan pintu ruang sidang, terdapat banyak orang berjejal. Saking penuhnya, dari luar, suasana sidang tidak terlihat.

Semua mata pengunjung tertuju kepada lima terdakwa berpakaian hitam dan putih. Kelimanya sudah cukup umur. Terendah 30 tahun dan tertinggi 47 tahun. Satu di antaranya perempuan berjilbab berusia 40 tahun. Sidang dengan agenda pembacaan eksepsi oleh Gunadi Handoko itu disimak baik-baik oleh para pengunjung.

Itulah sekilas suasana sidang kedua kasus yang menyeret terdakwa cucu Sidik P. Nawi. Duduk di kursi pesakitan itu, Umi Kalsum (40), Poniran (46), Ponidi (47), Buari (40), dan Wasis (30). Dari raut wajahnya, mereka tampak lesu dan tidak bersemangat. Selama sidang, mereka banyak menundukkan kepala. Sesekali mereka menoleh ke belakang, ke bangku pengunjung.

Umi, misalnya, kerap memperhatikan seorang pria berusia 45 tahun berbaju batik yang duduk di deretan bangku pertama. Belakangan diketahui pria itu suaminya, Mulyono. Mulyono adalah penderita sakit mata akut. Fungsi penglihatannya banyak berkurang sejak lima tahun terakhir. Demikian juga Ponidi, yang duduk di deretan kedua setelah Umi. Dia selalu mengawasi anak-anaknya yang berdiri di dekat pintu ruang sidang.

Sekitar 30 menit kemudian, sidang yang dipimpin hakim Anne Rusiana (ketua) dengan anggota Hongkun Otoh dan Eni Sri Rahayu itu berakhir. Pengunjung pun berebut menemui para terdakwa. Ada yang memeluk, mencium, dan ada yang berjabat tangan. Isak tangis dan imbauan agar tetap tegar pun silih berganti dilakukan.

Mulyono yang berjalan dengan dibantu dua saudaranya berjalan tertatih-tatih mengantarkan istrinya masuk ke sel tahanan PN yang ada di belakang ruang sidang. "Ati-ati yo Bu, nang njero penjara (hati-hati ya Bu, di dalam penjara),'' pesan bapak dua anak ini sambil memegang erat pundak istrinya. Suasana mengharukan itu membuat banyak pengunjung PN tersita perhatiannya. Ada yang tertegun menatapnya dan ada yang menyalami Mulyono agar tetap semangat.

wartawan yang menghampiri kerumunan para terdakwa lekas dihampiri pria yang mengaku bernama Soewono, 59. Pria berambut putih ini adalah kerabat para terdakwa. Soewono mengaku sudah kehabisan akal bagaimana caranya untuk membuat para hakim mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terhadap para terdakwa. "Apa salah keluarga besar kami? Kenapa harus dipenjara? Anak, suami, serta istri kami menderita karena penahanan ini,'' ucap Soewono menghiba.

Akibat penahanan ini, roda kehidupan keluarga besarnya tidak karuan. Anak-anak enggan sekolah karena orang tua mereka ditahan. "Bukannya malu, namun karena tidak ada lagi biaya yang bisa digunakan untuk sekolah. Makan sehari-hari saja masih sulit, apalagi untuk sekolah,'' katanya. Para terdakwa adalah tulang punggung keluarga dan rata-rata pekerja serabutan.

Misalnya keluarga Umi Kalsum. Semenjak suaminya sakit mata parah dan nyaris tidak bisa melihat selama bertahun-tahun, kedua anaknya tidak lagi ada yang mengurus. Demikian juga keluarga Buari yang kesehariannya bekerja menjadi kuli bangunan. Anaknya sebanyak lima orang dan masih kecil-kecil tidak ada yang mengurus. Sebab, istrinya harus menjadi pembatu rumah tangga.

Melihat kondisi keluarga para terdakwa amburadul, saudara-saudaranya yang lain prihatin. Secara bergantian mereka urunan untuk memberikan bahan pokok guna bertahan hidup.

Awal para terdakwa diseret ke ranah hukum ketika mereka dilaporkan Hery Tjandra, warga Malang, kepada Polda Jatim pada pertengahan 2008 lalu. Mereka dituduh melanggar Pasal 266 jo 378 KUHP tentang perbuatan memberikan keterangan palsu pada akta autentik dan penipuan. Akta autentik yang dipersoalkan adalah akta pernyataan nomor 3/2006 yang dibuat notaris Darma Sandjata Sudagung pada Januari 2006 lalu. Akta itu memuat beberapa poin kesepakatan yang ditandatangani para terdakwa. Di antaranya para terdakwa akan menerima uang Rp 150 juta dari Hery Tjandra sebagai kompensasi tanah miliknya. Kelak di kemudian hari, mereka tidak akan menuntut secara perdata maupun pidana terhadap Hery Tjandra.

Namun kenyataannya, para terdakwa menggugat secara perdata di PN Malang atas kepemilikan tanah tersebut. Karena mengingkari akta pernyataan itu, para terdakwa dipolisikan. Untuk tingkat penyidikan di kepolisian, para tersangka tidak ditahan. Namun, ketika pelimpahan tahap dua (tersangka dan barang bukti) kepada Kejaskaan Tinggi (Kejati) Jatim pada 18 Mei 2009 lalu, para terdakwa ditahan. Umi ditahan di LP Kelas II A Wanita Malang. Sedangkan empat suadara laki-lakinya ditahan di LP Kelas I Lowokwaru.

Soal isi surat pernyataan yang mengatakan bahwa mereka memperoleh uang Rp 150 juta dibantah Soewono. "Ahli waris sebanyak 21 orang menerima masing-masing hanya Rp 4 juta. Total hanya Rp 84 juta,'' katanya. Itu pun diterima dari seorang suruhan pengacara yang saat itu menangani kasusnya. "Kami merasa diakali pengacara itu,'' ujar Soewono.

Demikian juga soal tanda tangan. Kelima terdakwa juga tidak pernah bicara dengan para ahli waris. Menurut dia, penandatangan di akta pernyataan itu hanya terkesan dipaksakan.

Sementara itu, untuk menggugah nurani hakim, kemarin kurang lebih 50 orang yang terdiri atas para keluarga ahli waris menggelar aksi demo. Aksi pertama dilakukan sekitar pukul 09.00 di tanah yang menurut mereka masih dalam sengketa. Di tanah yang sudah berdiri ruko itu, mereka berorasi dan membentangkan poster.

Selanjutnya mereka melanjutkan aksi di PN Malang. Mereka ditemui Humas PN Malang Johanis Hehamoni. Johanis berjanji akan menyampaikan keluhan mereka kepada hakim yang menangani perkaranya.

Selain itu, dalam kasus yang sama, tiga hakim dari Komisi Yudisial (KY) turun ke PN Malang memeriksa dua hakim yang menyidangkan kasus gugatan perdata. Hakim yang diperiksa adalah Bonny Sangah dan Johanis Hehamoni. (jj)

Selasa, 09 Juni 2009

15 warga Negara Asing Ditangkap


KRC, Malang
– Kantor Imigrasi Kelas I Kota Malang, kembali mengamankan 15 Warga Negara Asing (WNA). 15 warga asing itu ditangkap di dusun Kisik, desa Kalirejo Kecamatan Kraton, Kabupaten Pasuruan.
15 warga Negara asing ini, masing-masing lima dari negara Irak, dan sisanya dari Afghanistan. Yang menarik, lima warga Irak tersebut, tiga diantarannya masih balita. Yakni Mariam Muhammad Khalaf, Morteza Mohammad Khalaf, Dina Muhammad Khalaf. Ketiganya diamankan bersama ke dua orang tuanya yaitu Muhammad Khalaf Habib dan Zaman Aziz Habib.
Zaman sendiri sempat memprotes tindakan aparat kepolisian, ataupun Imigrasi, lantaran dia menyatakan jika kedatangannya ke Indonesia, sebagai pengungsi dengan memegang dokumen United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR). Bahkan perempuan cantik ini sempat mendorong dan memarahi wartawan yang sedang mengambil gambar dia dan keluarganya. ‘’Saya tidak mau diintrograsi jika disana ada wartawan,’’’ kata Zaman dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata.
Dari logat tersebut diduga keluarga dari Irak ini cukup lama berada di Indonesia. Kepada petugas, Zaman langsung mengeluarkan dokumen UNHCR, miliknya dan keluarganya.
Sementara 10 warga Afghanistan yang diamankan, tujuh WNA diamankan dari Pasuruan, dan tiga diantarannya diamankan dari Stasiun Lawang. 10 warga Afghanistan ini merupakan pengungsi. Bukti itu dikuatkan dengan dokumen Aplication Sheet UNHCR, yang satu persatu ditunjukkan kepada petugas. ‘’Mereka belum memegang dokumen resmi sebagai pengungsi dari UNHCR, 10 warga Afghanistan itu hanya memiliki application sheet saja, artinya nama mereka hanya terdata, tapi belum terdaftar sebagai pengunsi,’’ ungkap Kepala Imigrasi Kelas I Kota Malang Subroto kemarin.
15 warga asing ini awalnya kali pertama diamankan anggota Polres Pasuruan. Petugas yang mendapat informasi, berhasil menemukan mereka di dusun Kisik, desa Kalirejo, Kecamatan Kraton, Kabupaten Pasuruan.
‘’Saat kami amankan 15 warga asing itu berada di dalam mobil travel masing-masing nopol AB 9181 RB dan B 7001 IW. Mereka hendak menuju pantai, kami menduga mereka sudah ditunggu, untuk kemudian menyebrang dengan perahu kecil, kemudian dijemput perabu besar, dan menyebrang ke pulau NTT,’’’ terang Kanit Intel Polres Pasuruan Iptu Harsono kepada wartawan.
Harsono mengakui, saat diamankan Minggu malam lalu, 15 warga asing itu menunjukkan Aplication Sheet UNHCR. Hanya saja, karena ini masalah warga asing, pihak Polres Pasuruan kemarin menyerahkannya ke pihak kantor Imigrasi.
‘’Awalnya kami mengamankan 15, kemudian dua kabur, dengan pamit hendak buang air kecil. Dan saat ini yang kami serahkan 12 warga asing saja, sedangkan tiga warga asing lagi yang juga dibawa di kantor Imigrasi, informasinya diamankan dari stasiun Lawang,’’ kata Harsono.
Sementara pihak Kantor Imigrasi sendiri tidak ingin menanggung risiko. Para WNA ini langsung dimasukkan ke Rudenim (sel) yang berada di kantor Imigrasi. Hal ini untuk mengantisipasi agar para WNA tidak kabur seperti sebelumnya.
‘’Daripada di letakkan aula nanti kabur lagi, lebih baik diletakkan di Rudenim, dengan dijaga lima petugas dari Kantor Imigrasi, dan satu dari anggota kepolisian,’’ tandas Subroto. (jj)

Senin, 27 April 2009

Guskam Mantan Ketua Panggar Diperiksa Kejaksaan

KRC, BLIMBING
Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang kembali memeriksa tersangka perkara dugaan korupsi anggaran DPRD Kota Malang 2004 sebesar Rp 4,008 miliar. Kali ini giliran mantan ketua panitia anggaran (Panggar) 2004, Agus Sukamto.

Agus datang di gedung Kejari Kota Malang di Jl Simpang Panji Suroso, Senin (27/4) pukul 10.30 WIB, didampingi penasihat hukumnya, Sudarmadi SH dan rekan. Mengenakan pakaian safari, Agus Sukamto yang juga politisi Partai Golkar ini mulai diperiksa penyidik Ramli Manan SH dan Wahyu SH pukul 11.00 WIB dan tuntas pukul 16.15 WIB.

Menurut Sudarmadi SH, pemeriksaan terhadap Agus masih seputar identitas, tata tertib DPRD, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) serta peran panggar. ”Pemeriksaan berjalan lancar. Kalaupun pemeriksaan ini berjalan lama, itu karena penyidik meminta jawaban kliennya secara tertulis,” tutur Sudarmadi.

Agus Sukamto pribadi mengaku merasa kelelahan karena dia harus menulis untuk menjawab pertanyaan penyidik. ”Saya kan sudah lama tidak menulis, sehingga butuh waktu lama.

Ya, penyidikannya seperti ujian S-2,” papar Agus yang kelihatan tegar menjalani pemeriksaan ini.
Penyidik Kejari Kota Malang, Ramli Manan SH dan Wahyu SH, membenarkan bila pemeriksaan Agus Sukamto masih seputar tatib dewan dan peran panggar. Terkait pemeriksaan tersangka dengan jawaban tertulis, menurut Wahyu, itu teknik penyidik untuk mengantisipasi jika jawaban tersangka dalam sidang nanti berbeda dengan yang ditulis.

Ditanya soal kemungkinan tersangka kasus ini bertambah, Wahyu menyatakan belum ada. ”Sementara dua orang ini saja (Agus Sukmto dan Zaenuri-Red),” jelasnya.

Kajari Kota Malang, Witono SH mengungkapkan, dari dua perkara korupsi yang ditangani baru dugaan korupsi di RSSA yang telah rampung. Sedang dugaan korupsi anggaran dewan 2004 masih dalam proses. ”Perkara di RSSA segera naik ke pengadilan,” tegasnya.(dd)