Selasa, 11 November 2008

Citra Kesehatan Tercoreng dokter Ditangkap Polisi Usai Aborsi



KRC, Surabaya -
Jelang hari Kesehatan Nasional ke 44, citra jajaran kesehatan tercoreng
Kasus aborsi kembali dibongkar polisi. Seorang dokter ditangkap usai mengaborsi pasiennya yang masih berumur 15 tahun di klinik pribadi sekaligus rumahnya, Klinik Medika di Jalan Pogot 44, Surabaya.

Dr. Yohanes Anthony Christian (49), nama dokter itu langsung dijebloskan ke tahanan setelah polisi menangkap basah dia seusai? mengaborsi sebut saja Bunga (15) seorang pelajar warga jalan Kenjeran, Surabaya.

Saat Tony -demikian biasa dipanggil- ditangkap, Bunga masih dalam keadaan tidak sadar akibat pengaruh bius di atas kursi genekologi.

"Dari tempat praktek itu kami temukan hasil aborsi dokter itu," ujar Kanit Idik III Polwiltabes Surabaya, AKP Leonard Sinambela, kepada wartawan di mapolwiltabes, Jalan Sikatan, Selasa (11/11/2008).

Bukti itu, kata Leonard, antara lain 1 bungkus berisi kaki janin dan daging hasil aborsi, kassa dan kotoran janin berlumuran darah, alat tes kehamilan, satu set alat operasi aborsi, obat-obatan, buku daftar pasien, surat persetujuan tindakan aborsi dan lain sebagainya.

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa ternyata Tony bukanlah seorang dokter kandungan melainkan hanya seorang dokter umum. Aborsi yang dilakukannya ternyata dilakukannya secara otodidak.

Selain itu polisi juga menemukan pelanggaran lain yakni Tony sama sekali tidak mempunyai izin praktek atas klinik yang telah dibukanya selama kurang lebih 4 tahun itu.

Tony sendiri, kata Leonard, mengaku telah berpraktek sebagai dokter aborsi selama kurang lebih 2 tahun. Dan selama tahun 2008, Toni mengaku sudah mengaborsi kurang lebih 10 orang. Pasiennya sebagian besar adalah remaja yang tidak menginginkan kehamilan.

Atas kejahatannya tersebut, Tony terancam terjerat pasal 348 KIHP jp 349 KUHP dan pasal 75 ayat (1) dan pasal 76 UU. RI. No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran.(kk)

Jumat, 07 November 2008

Nyaris Tewas Tahanan Bunuh Diri Minum Detergent


KRC,MALANG -
Tidak kuat menjalani hidup di sel, Seger Siswanto, 24, penghuni ruang tahanan Mapolresta Malang, kemarin pagi berbuat nekat. Warga Jl Ikan Tombro II itu mencoba mengakhiri hidupnya dengan mengonsumsi deterjen bubuk milik temannya yang disimpan di kamar mandi. Akibatnya, tersangka kasus pencurian ayam bangkok tersebut dilarikan ke IRD RSSA untuk menjalani perawatan.

Aksi nekat Seger berawal ketika tersangka limpahan Polwil Malang ini mandi bersama teman-temannya. Saat teman lainnya asyik menikmati mandi pagi, Seger justru sebaliknya. Dia malah duduk di pojok dengan wajah menuduk ke lantai.

Rekan-rekannya mulai menaruh curiga saat melihat tersangka yang ditahan sejak 27 Oktober lalu ini kejang sambil memegang lehernya. Seketika rekan Seger berteriak minta tolong kepada polisi yang bertugas jaga di pintu utama ruang tahanan.

Saat dievakuasi dari kamar mandi, tubuh Seger sudah kaku. Matanya melotot dan mulutnya berbusa. Polisi sempat memberikan bantuan pertolongan pertama dengan memberi minum air putih sebanyak-banyaknya untuk mengelurkan deterjen yang sudah telanjur masuk lambung. Tak juga berhasil, sekitar 15 menit kemudian, polisi bergegas melarikan Seger ke RSSA yang lokasinya persis berada di depan mapolresta.

Tiba di RS, Seger langsung mendapat perawatan darurat. Meski dalam kondisi kritis, polisi tetap memperlakukan Seger sebagai tahanan dan memborgol tangan kanannya dan mengaitkan ke tempat tidur. "Kami khawatir kabur jika siuman. Oleh sebab itu, sebelum kabur tangannya, kami borgol terlebih dahulu," kata salah satu petugas yang ditugaskan khusus menjaga Seger di RS.

Diduga, Seger nekat mengonsumsi deterjen akibat menanggung rasa bersalah terhadap ketiga rekannya yang terlibat dalam pencurian ayam pada 30 September lalu di rumah Herman Wiyono, 40, warga Jl Ikan Tombro. Ketiga temannya yang telah meringkuk di tahanan itu adalah Joko Suwarno, 36; Budiman, 26; dan Junaidi Mulyono, 46. Polisi berhasil mengungkap kasus ini setelah Seger berkeluh kesah soal pembagian hasil curian yang tidak sama. Seger yang memiliki peranan dominan dalam aksi itu malah memperoleh hasil sedikit. Namun, rekan-rekannya malah memperoleh hasil lebih besar. (yy)

Senin, 03 November 2008

Terancam Mundur Eksekusi Bomber Bali

Ket Foto : Keluarga Amrozi saat akan berangkat ke Nusakambangan(ard)

KRC, CILACAP -
Keajaiban, tampaknya, masih berpihak kepada trio terpidana mati bom Bali, Amrozi, Ali Ghufron alias Mukhlas, dan Imam Samudra. Rencana dan segala persiapan eksekusi yang telah di depan mata, termasuk menempatkan ketiganya ke sel isolasi sejak Jumat lalu (31/10), tak membuat eksekusi segera dilakukan.Eksekusi yang rencananya digelar secepat-cepatnya nanti malam setelah kunjungan keluarga atau Selasa (4/11) dini hari kembali mengambang. ''Begitulah keadaannya. Pusat yang bisa jelaskan,'' kata sumber koran ini di Cilacap kemarin (2/11). Sumber itu bahkan tak berani memastikan bahwa eksekusi dilakukan sebelum 15 September seperti janji Jaksa Agung Hendarman Supandji. Mengapa berubah? ''Jangan tanya kapan? Kini kami pun belum tahu,'' kilahnya. Dia mengaku tak mengetahui alasan mengapa lampu hijau eksekusi tak juga turun. Padahal, proses hukum untuk Amrozi cs diklaim telah final dan mengikat. Sejumlah indikator mundurnya eksekusi kentara saat sejumlah skenario yang disusun jauh-jauh hari tak terlaksana seharian kemarin. Misalnya, dua helikopter milik Direktorat Polisi Udara Babinkam Mabes Polri yang sedianya diterbangkan ke Nusakambangan tak jadi mendarat. Para penderes atau penyadap kelapa untuk gula merah di kawasan Nirbaya, dekat lokasi eksekusi Amrozi, juga tak jadi dievakuasi. Rencana kedatangan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji, Deops Polri Irjen Pol Rubiani Pranoto, dan Kakor Brimob Irjen Pol S.Y. Wenas ke Cilacap juga batal. Suasana di seputar Lapas Batu, Nusakambangan, tempat ketiga terpidana mati itu mendekam, yang sempat tegang, kini berubah landai. ''Semua petugas masih standby di pos masing-masing. Tapi, tetap tak ada kegiatan berarti,'' imbuh sumber yang lain.Jaksa eksekutor Amrozi yang juga Kasipidum Kejari Denpasar I Wayan Suwila bahkan mengaku tidak mengetahui perkembangan proses tersebut. ''Entahlah, kebijakan pimpinan. Jaksa Bali tidak dilibatkan. Semua sudah diambil alih Kejaksaan Agung. Saya tidak tahu (apakah eksekusi tetap awal September),'' katanya saat dihubungi kemarin. Padahal, Suwila adalah salah seorang di antara jaksa eksekutor Amrozi cs yang ditunjuk Kajati Bali Dewa Putut Atlit Adnyana. Kendati Amrozi cs mengaku tak takut mati di hadapan regu tembak, di bawah koordinasi Tim Pengacara Muslim (TPM), Amrozi cs memang masih melakukan upaya hukum. Dalil yang diketengahkan TPM masih seputar ketidakadilan penolakan PK oleh Mahkamah Agung yang diajukan Amrozi dkk. Menurut mereka, PK yang ditolak sejak akhir 2007 itu cacat hukum karena tak pernah menghadirkan pemohon -dalam hal ini Amrozi cs- dalam sidang PK I di PN Denpasar pada Januari 2007. Salinan penolakan PK juga belum mereka terima.Padahal, menurut TPM, novum yang mereka ajukan dalam PK I sangat signifikan. Yakni, putusan Mahkamah Konstitusi pada Juli 2004 yang menyatakan bahwa UU 15 Tahun 2003 tentang Terorisme yang digunakan menjerat Amrozi cs tidak berlaku surut sehingga Amrozi dkk harus diadili ulang dengan KUHP. Tak menyerah, TPM mengajukan PK II yang sidangnya digelar di PN Denpasar Februari 2008. Namun, sidang itu ditutup majelis hakim PN Denpasar dengan alasan TPM mencabut PK.TPM tak mau disebut mencabut PK. Mereka mencabut karena terpaksa. Sebab, majelis hakim bersikukuh tidak menghadirkan Amrozi dkk dengan alasan telah diwakilli TPM. Makanya, dalam pengajuan PK III pada 30 April 2008, TPM menggunakan strategi supaya Amrozi cs yang langsung mengajukan PK tanpa diwakili TPM. Karena mereka ditahan dan tidak bisa menyerahkan PK kepada PN Denpasar, Amrozi cs menitipkan memori PK-nya kepada Kalapas Batu Sedijanto. Harapannya akan ada sidang PK III dengan menghadirkan Amrozi cs sesuai pasal 265 KUHAP dan surat edaran MA 1984. Belum sampai harapan itu terpenuhi, muncul surat kepaniteraan MA nomor 257/PAN/VII 2008 tertanggal 7 Juli 2008. Isinya, PK hanya bisa diajukan sekali. Berpegang pada surat itu, jaksa pun bersiap mengeksekusi Amrozi dkk. Apalagi, mereka menyatakan tidak akan mengajukan grasi. Soal grasi, TPM punya ''amunisi'' baru. Yakni, Surat Edaran MA Nomor 1 Tanggal 26 Februari 1986 bernomor MA/Pemb/2057/II/86 yang ditandatangani Ketua MA Ali Said mengutip pasal 2 ayat 2 UU Nomor 3 Tahun 1950. Di situ diatur; apabila terpidana mati tidak mengajukan grasi, hakim yang memeriksa dan mengadili perkaranya atau ketua PN -dalam hal ini PN Denpasar- karena jabatannya harus mengajukan grasi. Proses tersebut belum dilewati.Hal-hal itulah yang harus diselesaikan sebelum Amrozi dkk didor. ''Apa salahnya eksekusi mundur 3-6 bulan untuk memperjelas PK mereka,'' ujar pakar hukum pidana UI Tengku Nasrullah. Jika dipaksakan, dia khawatir akan menyemai masalah di belakang hari. Padahal, terpidananya sudah dieksekusi mati. Namun, dia berpendapat bahwa PK hanya bisa diajukan sekali meskipun yang memohon PK adalah pihak lain, seperti keluarga terpidana. Hari ini keluarga trio bom Bali memang akan mendaftarkan PK sebagaimana diatur dalam pasal 263 ayat 1 KUHAP ke PN Denpasar. Selain ke Bali, sebagian keluarga bakal menuju ke Nusakambangan didampingi TPM. ''Kami ke sana bukan untuk mendampingi klien kami ditembak. Tapi, kami ingin melihat kondisi mereka dan memperjelas rencana eksekusi yang katanya akan dilakukan itu,'' kata anggota TPM Fachmi Bachmid.Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Jasman Pandjaitan mengungkapkan, sejauh ini tidak ada instruksi penundaan eksekusi. "Siapa yang mau menunda dari awal November ini? Yang pasti, sebagai acuan adalah eksekusi dilaksanakan sebelum 15 November," ungkapnya. Jasman tidak mengungkapkan apakah pemberitahuan eksekusi kepada para terpidana itu sudah diberikan atau belum. Sebab, apabila pemberitahuan sudah di tangan, maka pelaksanaan kian dekat. Menurut aturannya, bahwa pemberitahuan diberikan 3 X 24 jam sebelum dilaksanakan. "Itu semua menjadi urusan aparat di lapangan. Nanti setelah pelaksanaan, kapan pemberitahuan eksekusi itu akan diungkapkan kepada publik. Yang pasti tidak ada penundaan," jelasnya. (jj)