Rabu, 24 Juni 2009

15 Warga Afganistan Setelah Ditangkap Polisi Dipindah ke Makasar dan Mataram






Keterangan Foto : Sutrisno Wasdakim Imigrasi kelas I Malang (eas)

KRC, Malang
– Sepuluh orang asing warga Afganistan setelah ditangkap di dusun kisik, desa Kalirejo Kec. Kraton Kab Pasuruan dipindahkan ke daerah Makasar oleh kantor imigrasi Kelas I Kota Malang,” alasanya sesuai dengan petunjuk ketentuan dari Dirjen Imigrasi, setelah mereka ditangkap dan dilaporkan ke pusat,” tandas Sutrisno Kepala Wasdakim Imifgrasi Malang pada wartawan Koran Rakyat Cybermedia Police Line Rabu (24/06) kemarin.
Dijelaskan bahwa sepuluh orang warga afganistan itu telah mengajukan appointment Slip (AS) , sedangkan sebelum tanggal 25 Juli mereka harus segera kembali ke imigrasi untuk menuntaskan perijinanya di Indonesia. Menurut Sutrisno mereka sebelumnya tidak salah, karena memiliki ijin (AS) bahwa diketahui mereka sebagai pengungsi dari afganistan ke Indonesia yang dilindungi lembaga IOM International, namun mereka tidakm disiplin berpindah pindah tempat sehingga ditangkap oleh polisi Indonesia. “ Kalau mereka pengungsi kita tak bisa mengusir, sesuai dengan perjanjian dunia.
Begitu juga dengan lima orang warga Irak diantaranya Hasan (35) dan keluargannya Morteza M.(13) Khalaf (2), Dina M . Mariam (4), Yasin ( 17),mereka telah memiliki dokumen dari UNHCR sehingga mereka dialihgkan ke daerah Mataram. Mereka salah, karena jalan-jalan ke wilayah Pasuruan dan Malang Jawa Timur, yang sebetulnya tidak boleh, karena statusnya sebagai pengungsi, harus menetap didaerah yang telah ditentukan.
Diberitakan sebelumnya Petugas yang mendapat informasi, berhasil menemukan 15 orang di dusun Kisik, desa Kalirejo, Kecamatan Kraton, Kabupaten Pasuruan. Diantaranya Alireza (30), M. Ismail (35), M. Ali (30),M. Kazim(46),Hamid Sutani (21),habibullah (21),Hosseini (16), Aziz (16)
‘’Saat kami diamankan warga asing itu berada di dalam mobil travel masing-masing nopol AB 9181 RB dan B 7001 IW. Mereka hendak menuju pantai, kami menduga mereka sudah ditunggu, untuk kemudian menyebrang dengan perahu kecil, kemudian dijemput perabu besar, dan menyebrang ke pulau NTT,’’’ terang Kanit Intel Polres Pasuruan Iptu Harsono kepada wartawan.
Harsono mengakui, saat diamankan Minggu malam lalu, 15 warga asing itu menunjukkan Aplication Sheet UNHCR. Hanya saja, karena ini masalah warga asing, pihak Polres Pasuruan kemarin menyerahkannya ke pihak kantor Imigrasi.
‘’Awalnya kami mengamankan 15, kemudian dua kabur, dengan pamit hendak buang air kecil. Dan saat ini yang kami serahkan 12 warga asing saja, sedangkan tiga warga asing lagi yang juga dibawa di kantor Imigrasi, informasinya diamankan dari stasiun Lawang,’’ kata Harsono.
Sementara pihak Kantor Imigrasi sendiri tidak ingin menanggung risiko. Para WNA ini langsung dimasukkan ke Rudenim (sel) yang berada di kantor Imigrasi. Hal ini untuk mengantisipasi agar para WNA tidak kabur seperti sebelumnya.(nn)

Jumat, 19 Juni 2009

Cici Beberkan Kronologi KDRT Suaminya



KRC,JAKARTA -
Setelah beberapa hari bungkam dan tak keluar rumah, penyanyi dangdut Cici Paramida akhirnya mengadakan jumpa pers di Hotel Century Park, Jakarta, kemarin (19/6). Pelantun lagu Wulan Merindu itu menceritakan kronologi tindak kriminal suaminya, Raden Akhmad Suhaebi Hamsawi, saat tepergok selingkuh Minggu malam lalu (14/6).

Mengenakan blus lengan panjang berwarna abu-abu, Cici yang didampingi tiga pengacaranya tiba sekitar pukul 17.40 WIB. Wajahnya masih terlihat lebam. Di pelipis dan rahang kanan tampak bekas-bekas memar.

Kakak penyanyi dangdut Siti Rahmawati atau Siti KDI itu memulai jumpa pers dengan memohon maaf kepada media. Begitu membuka mulut, suara Cici terdengar agak bergetar seperti menahan tangis. ''Mohon maaf, saya baru bisa muncul karena keadaan saya mulai stabil,'' katanya mengawali. Dia juga menyampaikan terima kasih kepada polisi yang telah menangani kasusnya secara profesional.

Sambil mencucurkan air mata, perempuan yang menghilangkan tahi lalat di pipinya itu memberikan penjelasan. Menurut Cici, saat itu dirinya melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Ebi -panggilan akrab sang suami- menyetir di kawasan Puncak, Bogor, dari arah Jakarta.

''Saat itu arah puncak agak padat merayap. Lalu, saya turun dari mobil, mengetuk kacanya (mobil sang suami) karena memang dia yang bawa sendiri. Di sampingnya, ada seorang wanita yang tidak saya kenal,'' kisahnya sambil menangis.

Cici menuturkan, saat itu Ebi menengok ke arah dirinya. Cici pun berteriak, ''Pa, buka. Pa, buka, buka!'' Tapi, kata Cici, teriakan itu tidak dihiraukan.

Karena itu, perempuan yang terlahir dengan nama Hamidah Idham tersebut bergerak ke depan. Dia berharap agar mobil yang dikemudikan sang suami berhenti. ''Tapi, nggak menyangka kalau mobil itu melaju cepat dan menabrak. Akhirnya, saya tersungkur ke aspal,'' ujarnya pilu.

Cici tersungkur setelah badannya terkena spion kanan mobil yang ditumpangi Ebi. ''Sejak menikah, ini kali pertama kekerasan yang saya alami dari suami,'' katanya.

Tak lama kemudian, sepupu Cici yang bernama Syahrul membangunkan dia yang terkapar di jalan. Setelah masuk mobil Toyota Alphard, Cici meminta sopir mengejar Ebi. Tapi, dia kesulitan karena mobil suami Cici berjalan agak jauh. Lantas, Syahrul turun dan meminta bantuan pengendara motor.

Tidak begitu jauh, kata Cici, ada polisi yang sedang bertugas di jalan. Alu -panggilan Syahrul- meminta tolong agar ikut mengejar. ''Polisi itulah yang mengejar mobil suami saya dan menghentikan dia,'' tuturnya.

Bagaimana Cici curiga suami berselingkuh? ''Karena insting. Informasi saya banyak. Teman, sahabat. Saya juga banyak berdoa sama Allah, minta diberi petunjuk. Kecurigaan istri mungkin lebih kuat ya,'' jawabnya.

Saat bertemu sang suami di Mapolres Bogor, bahkan hingga saat ini, Cici menyatakan belum sekali pun Ebi meminta maaf. Namun, ketika ditanya mengapa menabrak, Ebi beralasan tidak melihat. ''Katanya, dia tak melihat (saya di depan mobil). Tetapi, saya yakin, nggak mungkin seorang suami tidak melihat istri sendiri. Apalagi, jaraknya sangat dekat,'' kata Cici.

Dua hari sebelum insiden tersebut, tambah Cici, Ebi pamit kepada dirinya akan bepergian ke Demak. Saat itu ada kiainya yang meninggal. ''Dia bilang sama saya pulang Minggu malam. Ternyata, dia tidak bermalam di sana, hanya pergi pulang. Sudah ada di Jakarta, tapi tidak bilang,'' terangnya.

Cici tidak membantah bahwa belakangan ini rumah tangganya bermasalah. Bahkan, mereka lama pisah ranjang. Tepatnya, itu terjadi 1,5 bulan setelah menikah. ''Setelah resepsi, saya merasakan keganjilan. Saya shock. Keluarga besar pun begitu. Itu terjadi setelah ada pemberitaan bahwa seorang wanita mengaku masih istrinya,'' ujar Cici. ''Om Adhyaksa (Menpora Adhyaksa Dault, saksi pernikahannya, Red) yang menerima lamaran merasa dibohongi,'' lanjutnya.

Apakah akan mengajukan gugatan cerai? ''Saya mau fokus di ranah hukum yang ini dulu. Sebab, ini sudah diproses di kepolisian,'' katanya.

Dalam perkembangan lain, Ebi akhirnya ditahan Polres Bogor Kamis lalu (18/6). Dia dijerat dengan pelanggaran pasal 44 ayat 1 UU No 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Pengusaha batu bara itu tidak diperlakukan secara istimewa. Dia mendekam di sel bersama tersangka kasus pemerkosaan.

Menurut Kasatreskrim Polres Bogor AKP Moch. Santoso, penahanan Ebi telah sesuai dengan UU. ''Tersangka telah kami tahan. Sebab, pasal KDRT yang kami kenakan bukan delik aduan,'' katanya. Dia menyebutkan, bukti-bukti berupa hasil visum dan hasil pemeriksaan sudah bisa dijadikan bukti untuk menjadikan Ebi sebagai tersangka. Dia diancam hukuman penjara lima tahun.

Untuk memperkuat bukti, polisi juga melakukan cek fisik kendaraan Range Rover Nopol B 8308 YN milik Ebi. Mobil itu dijadikan barang bukti. Di kendaraan tersebut, polisi menemukan goresan di bagian kiri.

Sehari setelah ditahan, Ebi dibesuk keluarga dan kerabat dekatnya. Puluhan keluarga dan kerabat Ebi terus berdatangan hingga pukul 16.00 kemarin. ''Kami hanya ingin melihat kondisi Ebi sekaligus memberikan dukungan dan semangat,'' ujar Alviv Malik, kerabat dekat Ebi.

Alviv prihatin penahanan dilakukan setelah ada laporan dari Cici. Ketika ditanya seputar rumah tangga Ebi dan Cici, Alviv tidak bisa menjelaskan secara rinci. Tapi, dia mengakui, hubungan mereka sedang bermasalah. ''Ebi jarang bertemu dengan Cici. Tapi, itu disebabkan Ebi sering keluar kota untuk urusan kerja,'' tuturnya.

Dari informasi yang diperoleh wartawan, keluarga Ebi mengupayakan damai dengan keluarga Cici. Mereka juga sedang mengupayakan penangguhan penahanan.

Tapi, Ebi juga dikabarkan melaporkan balik istrinya. Menurut sumber di Polres Bogor, laporan Ebi terkait percobaan pembunuhan, percobaan perampokan, dan tindakan tidak menyenangkan.

AKP Moch. Santoso membenarkan bahwa Ebi melaporkan balik Cici. Rencananya, polisi memanggil Cici untuk dimintai keterangan Senin depan (22/6). ''Memang hak tersangka jika ingin melaporkan balik istrinya. Terkait permintaan penangguhan penahanan, dipersilakan asal mereka sudah melaporkan dan ada jaminan,'' tuturnya. (cnn)

Rabu, 17 Juni 2009

Suami Cici Paramida Jadi Tersangka


KRC, Bogor
Ahmad Suhaebi, suami penyanyi dangdut Cici Paramida ditetapkan sebagai tersangka kasus kekerasan dalam rumah tangga. Sayangnya, Suhaebi enggan menjelaskan duduk perkaranya ketika dicecar puluhan wartawan yang telah menunggunya sejak Senin (15/6) pagi.
Meski telah menjadi tersangka, Suhaebi dilepas polisi dengan jaminan. Dia diancam hukuman maksimal lima tahun penjara terkait tindak kekerasan dalam rumah tangga. Kepada penyidik polisi, Suhaebi mengaku tak tahu orang yang mendatangi mobilnya adalah isterinya, Cici Paramida.

Belum genap tiga bulan bahtera rumah tangga dilalui Cici Paramida bersama Suhaebi. Bukan kebahagiaan yang direguk melainkan kekerasan dari sang suami yang didapat. Kedua mempelai telah mengikrarkan pernikahan mereka di depan Kabah di Kota Suci Mekkah, Arab Saudi, 12 Maret silam.(Jj)

Senin, 15 Juni 2009

Lila Anggap Dakwaan Jaksa Penuntut Terhadap Direktur Marketing Bank Century Kabur



Keterangan Foto : Lila Membacakan Eksepsi tambahan (eas)

KRC, Surabaya

Direktur Marketing Wilayah V Bank Century Surabaya dan Bali tersebut menilai dakwaan penuntut tidak jelas dan kabur (obscuur libel). Dalam pembacaan eksepsi (keberatan atas dakwaan) di Pengadilan Negeri Surabaya kemarin melalui kuasa hukumnya, Slamet Yuwono, Lila mengatakan bahwa dakwaan tidak menjelaskan secara lengkap kronologis perkara. Selain itu, dakwaan juga hanya mengedepankan keterangan saksi. “Untuk itu, kami minta pada majelis hakim untuk menolak dakwaan dan menyatakan bahwa dakwaan itu batal demi hukum,” ujar Slamet di depan majelis hakim yang diketuai Nyoman Gede Wirya.
Pengacara yang ngetop berkat kasus salah tangkap di Jombang itu juga membantah bahwa terdakwa telah membujuk Kepala Cabang Bank Century di antaranya,Kepala Cabang Kertajaya Yulius,Kepala Cabang Rajawali Guntoro, dan Kepala Cabang Panglima Siti Aminah untuk memasarkan produk PT Antaboga Delta Sekuritas dalam bentuk reksadana.

Tak puas dengan eksepsi yang disampaikan kuasa hukumnya, terdakwa yang dudukdikursipesakitan dengan mengenakan baju putih dipadu celana hitam lantas membacakan eksepsi tambahan yang ditulis sendiri. Dengan mata berkaca-kaca,wanita berkacamata itu mengaku tidak pernah melakukan pertemuan khusus yang membicarakan soal reksadana karena bukan kewenangannya. Dia menegaskan,tugas dan tanggung jawab selaku Direktur Marketing Wilayah V Surabaya dan Bali Bank Century hanya sebatas produk perbankan berupa tabungan, giro, deposito, dan kredit.

“Saya tidak pernah menerima perintah dari direksi untuk menjual reksa dana,” ujarnya sambi memegang lembar pembelaan yang sudah dia siapkan. Lila juga menegaskan bahwa dirinya tidak pernah memerintah pada kepala cabang Bank Century untuk menjual produk reksa dana.

Seperti diketahui, Lila Kumala Dewi Gondokusumo dijerat oleh jaksa penuntut umum dengan Pasal 378,Pasal 372 KUHP, dan Pasal 3, Pasal 6 UU No 15/2002 yang diubah dengan UU No 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dengan pasal tersebut, terdakwa terancam hukuman penjara selama 15 tahun dan denda sebesar Rp15 miliar. (jj)

Rabu, 10 Juni 2009

Sengketa tanah Jl. Soekarnom Hatta Perjuangkan Warisan Keluarga Malah Ditahan




KRC,Malang
Hasrat hati ingin memperjuangkan tanah warisan milik nenek moyangnya. Namun tidak tahunya berujung masuk penjara. Itulah yang dialami keluarga besar (alm) Sidik P. Nawi yang mengaku pemilik tanah seluas 1,09 hektare di Jl Soekarno-Hatta.


Senin sore, ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Malang tampak penuh. Ruang sidang berukuran 7 x 4 meter itu penuh sesak pengunjung. Empat saf bangku kayu terisi penuh. Selain itu, ada yang berdiri mengisi ruang sempit di sela-sela deretan bangku.

Bukan hanya itu. Di depan pintu ruang sidang, terdapat banyak orang berjejal. Saking penuhnya, dari luar, suasana sidang tidak terlihat.

Semua mata pengunjung tertuju kepada lima terdakwa berpakaian hitam dan putih. Kelimanya sudah cukup umur. Terendah 30 tahun dan tertinggi 47 tahun. Satu di antaranya perempuan berjilbab berusia 40 tahun. Sidang dengan agenda pembacaan eksepsi oleh Gunadi Handoko itu disimak baik-baik oleh para pengunjung.

Itulah sekilas suasana sidang kedua kasus yang menyeret terdakwa cucu Sidik P. Nawi. Duduk di kursi pesakitan itu, Umi Kalsum (40), Poniran (46), Ponidi (47), Buari (40), dan Wasis (30). Dari raut wajahnya, mereka tampak lesu dan tidak bersemangat. Selama sidang, mereka banyak menundukkan kepala. Sesekali mereka menoleh ke belakang, ke bangku pengunjung.

Umi, misalnya, kerap memperhatikan seorang pria berusia 45 tahun berbaju batik yang duduk di deretan bangku pertama. Belakangan diketahui pria itu suaminya, Mulyono. Mulyono adalah penderita sakit mata akut. Fungsi penglihatannya banyak berkurang sejak lima tahun terakhir. Demikian juga Ponidi, yang duduk di deretan kedua setelah Umi. Dia selalu mengawasi anak-anaknya yang berdiri di dekat pintu ruang sidang.

Sekitar 30 menit kemudian, sidang yang dipimpin hakim Anne Rusiana (ketua) dengan anggota Hongkun Otoh dan Eni Sri Rahayu itu berakhir. Pengunjung pun berebut menemui para terdakwa. Ada yang memeluk, mencium, dan ada yang berjabat tangan. Isak tangis dan imbauan agar tetap tegar pun silih berganti dilakukan.

Mulyono yang berjalan dengan dibantu dua saudaranya berjalan tertatih-tatih mengantarkan istrinya masuk ke sel tahanan PN yang ada di belakang ruang sidang. "Ati-ati yo Bu, nang njero penjara (hati-hati ya Bu, di dalam penjara),'' pesan bapak dua anak ini sambil memegang erat pundak istrinya. Suasana mengharukan itu membuat banyak pengunjung PN tersita perhatiannya. Ada yang tertegun menatapnya dan ada yang menyalami Mulyono agar tetap semangat.

wartawan yang menghampiri kerumunan para terdakwa lekas dihampiri pria yang mengaku bernama Soewono, 59. Pria berambut putih ini adalah kerabat para terdakwa. Soewono mengaku sudah kehabisan akal bagaimana caranya untuk membuat para hakim mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terhadap para terdakwa. "Apa salah keluarga besar kami? Kenapa harus dipenjara? Anak, suami, serta istri kami menderita karena penahanan ini,'' ucap Soewono menghiba.

Akibat penahanan ini, roda kehidupan keluarga besarnya tidak karuan. Anak-anak enggan sekolah karena orang tua mereka ditahan. "Bukannya malu, namun karena tidak ada lagi biaya yang bisa digunakan untuk sekolah. Makan sehari-hari saja masih sulit, apalagi untuk sekolah,'' katanya. Para terdakwa adalah tulang punggung keluarga dan rata-rata pekerja serabutan.

Misalnya keluarga Umi Kalsum. Semenjak suaminya sakit mata parah dan nyaris tidak bisa melihat selama bertahun-tahun, kedua anaknya tidak lagi ada yang mengurus. Demikian juga keluarga Buari yang kesehariannya bekerja menjadi kuli bangunan. Anaknya sebanyak lima orang dan masih kecil-kecil tidak ada yang mengurus. Sebab, istrinya harus menjadi pembatu rumah tangga.

Melihat kondisi keluarga para terdakwa amburadul, saudara-saudaranya yang lain prihatin. Secara bergantian mereka urunan untuk memberikan bahan pokok guna bertahan hidup.

Awal para terdakwa diseret ke ranah hukum ketika mereka dilaporkan Hery Tjandra, warga Malang, kepada Polda Jatim pada pertengahan 2008 lalu. Mereka dituduh melanggar Pasal 266 jo 378 KUHP tentang perbuatan memberikan keterangan palsu pada akta autentik dan penipuan. Akta autentik yang dipersoalkan adalah akta pernyataan nomor 3/2006 yang dibuat notaris Darma Sandjata Sudagung pada Januari 2006 lalu. Akta itu memuat beberapa poin kesepakatan yang ditandatangani para terdakwa. Di antaranya para terdakwa akan menerima uang Rp 150 juta dari Hery Tjandra sebagai kompensasi tanah miliknya. Kelak di kemudian hari, mereka tidak akan menuntut secara perdata maupun pidana terhadap Hery Tjandra.

Namun kenyataannya, para terdakwa menggugat secara perdata di PN Malang atas kepemilikan tanah tersebut. Karena mengingkari akta pernyataan itu, para terdakwa dipolisikan. Untuk tingkat penyidikan di kepolisian, para tersangka tidak ditahan. Namun, ketika pelimpahan tahap dua (tersangka dan barang bukti) kepada Kejaskaan Tinggi (Kejati) Jatim pada 18 Mei 2009 lalu, para terdakwa ditahan. Umi ditahan di LP Kelas II A Wanita Malang. Sedangkan empat suadara laki-lakinya ditahan di LP Kelas I Lowokwaru.

Soal isi surat pernyataan yang mengatakan bahwa mereka memperoleh uang Rp 150 juta dibantah Soewono. "Ahli waris sebanyak 21 orang menerima masing-masing hanya Rp 4 juta. Total hanya Rp 84 juta,'' katanya. Itu pun diterima dari seorang suruhan pengacara yang saat itu menangani kasusnya. "Kami merasa diakali pengacara itu,'' ujar Soewono.

Demikian juga soal tanda tangan. Kelima terdakwa juga tidak pernah bicara dengan para ahli waris. Menurut dia, penandatangan di akta pernyataan itu hanya terkesan dipaksakan.

Sementara itu, untuk menggugah nurani hakim, kemarin kurang lebih 50 orang yang terdiri atas para keluarga ahli waris menggelar aksi demo. Aksi pertama dilakukan sekitar pukul 09.00 di tanah yang menurut mereka masih dalam sengketa. Di tanah yang sudah berdiri ruko itu, mereka berorasi dan membentangkan poster.

Selanjutnya mereka melanjutkan aksi di PN Malang. Mereka ditemui Humas PN Malang Johanis Hehamoni. Johanis berjanji akan menyampaikan keluhan mereka kepada hakim yang menangani perkaranya.

Selain itu, dalam kasus yang sama, tiga hakim dari Komisi Yudisial (KY) turun ke PN Malang memeriksa dua hakim yang menyidangkan kasus gugatan perdata. Hakim yang diperiksa adalah Bonny Sangah dan Johanis Hehamoni. (jj)

Selasa, 09 Juni 2009

15 warga Negara Asing Ditangkap


KRC, Malang
– Kantor Imigrasi Kelas I Kota Malang, kembali mengamankan 15 Warga Negara Asing (WNA). 15 warga asing itu ditangkap di dusun Kisik, desa Kalirejo Kecamatan Kraton, Kabupaten Pasuruan.
15 warga Negara asing ini, masing-masing lima dari negara Irak, dan sisanya dari Afghanistan. Yang menarik, lima warga Irak tersebut, tiga diantarannya masih balita. Yakni Mariam Muhammad Khalaf, Morteza Mohammad Khalaf, Dina Muhammad Khalaf. Ketiganya diamankan bersama ke dua orang tuanya yaitu Muhammad Khalaf Habib dan Zaman Aziz Habib.
Zaman sendiri sempat memprotes tindakan aparat kepolisian, ataupun Imigrasi, lantaran dia menyatakan jika kedatangannya ke Indonesia, sebagai pengungsi dengan memegang dokumen United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR). Bahkan perempuan cantik ini sempat mendorong dan memarahi wartawan yang sedang mengambil gambar dia dan keluarganya. ‘’Saya tidak mau diintrograsi jika disana ada wartawan,’’’ kata Zaman dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata.
Dari logat tersebut diduga keluarga dari Irak ini cukup lama berada di Indonesia. Kepada petugas, Zaman langsung mengeluarkan dokumen UNHCR, miliknya dan keluarganya.
Sementara 10 warga Afghanistan yang diamankan, tujuh WNA diamankan dari Pasuruan, dan tiga diantarannya diamankan dari Stasiun Lawang. 10 warga Afghanistan ini merupakan pengungsi. Bukti itu dikuatkan dengan dokumen Aplication Sheet UNHCR, yang satu persatu ditunjukkan kepada petugas. ‘’Mereka belum memegang dokumen resmi sebagai pengungsi dari UNHCR, 10 warga Afghanistan itu hanya memiliki application sheet saja, artinya nama mereka hanya terdata, tapi belum terdaftar sebagai pengunsi,’’ ungkap Kepala Imigrasi Kelas I Kota Malang Subroto kemarin.
15 warga asing ini awalnya kali pertama diamankan anggota Polres Pasuruan. Petugas yang mendapat informasi, berhasil menemukan mereka di dusun Kisik, desa Kalirejo, Kecamatan Kraton, Kabupaten Pasuruan.
‘’Saat kami amankan 15 warga asing itu berada di dalam mobil travel masing-masing nopol AB 9181 RB dan B 7001 IW. Mereka hendak menuju pantai, kami menduga mereka sudah ditunggu, untuk kemudian menyebrang dengan perahu kecil, kemudian dijemput perabu besar, dan menyebrang ke pulau NTT,’’’ terang Kanit Intel Polres Pasuruan Iptu Harsono kepada wartawan.
Harsono mengakui, saat diamankan Minggu malam lalu, 15 warga asing itu menunjukkan Aplication Sheet UNHCR. Hanya saja, karena ini masalah warga asing, pihak Polres Pasuruan kemarin menyerahkannya ke pihak kantor Imigrasi.
‘’Awalnya kami mengamankan 15, kemudian dua kabur, dengan pamit hendak buang air kecil. Dan saat ini yang kami serahkan 12 warga asing saja, sedangkan tiga warga asing lagi yang juga dibawa di kantor Imigrasi, informasinya diamankan dari stasiun Lawang,’’ kata Harsono.
Sementara pihak Kantor Imigrasi sendiri tidak ingin menanggung risiko. Para WNA ini langsung dimasukkan ke Rudenim (sel) yang berada di kantor Imigrasi. Hal ini untuk mengantisipasi agar para WNA tidak kabur seperti sebelumnya.
‘’Daripada di letakkan aula nanti kabur lagi, lebih baik diletakkan di Rudenim, dengan dijaga lima petugas dari Kantor Imigrasi, dan satu dari anggota kepolisian,’’ tandas Subroto. (jj)